Penyusunan kabinet adalah hak prerogatif presiden. Kendati demikian, ada beberapa pakem yang terkesan selalu ada dalam pembentukan jajaran pembantu presiden sejak era Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono.
Itu termasuk posisi di kabinet yang dulu dirasa penting, tapi kini dihapuskan oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo buat lima tahun ke depan, selepas diumumkan di Jakarta, kemarin, Minggu (26/10).
Tradisi penyusunan kabinet ini, di luar wacana peleburan kementerian yang sudah biasa terjadi sejak republik berdiri 69 tahun lalu. Penambahan jumlah menteri perempuan di Kabinet Kerja 2014-2019 menjadi delapan orang, dari sebelumnya cuma empat, termasuk menggembirakan pegiat feminisme. Tapi ini bukanlah kebijakan terobosan atau sepenuhnya baru.
Dirangkum dari pandangan pengamat, komentar para netizen selepas susunan menteri diumumkan, ditambah arsip susunan kabinet sejak Orde Lama hingga Orde Reformasi, merdeka.com menyajikan beberapa tradisi yang kini hilang dalam komposisi pembantu Jokowi.
Quote:1. Tidak ada menteri dari Suku Batak
Merdeka.com - Ini salah satu isu yang menghebohkan jagat dunia maya beberapa jam setelah komposisi Kabinet Kerja Jokowi diumumkan. Beberapa netizen protes, bagaimana bisa presiden tidak mengambil satupun etnis Batak di jajaran menterinya.
Di Facebook, Twitter, Path, maupun BlackBerry Messenger, sebagian netizen ramai membicarakannya. Salah satu protes misalnya, "Nggak ada kau pakai orang BATAK jadi Menteri!!!! Okelah kalau begitu cara kau Jokowi! Berserah penuh, indah pada waktunya. Amin".
Sebetulnya, di posisi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Kabinet Jokowi, ada namaYasonna H. Laoly. Pria kelahiran Sorkam, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara itu rupanya tidak dihitung sebagai perwakilan etnis Batak. Marga Laoly adalah marga Suku Nias.
Dalam blog pribadinya, Budayawan Batak Ramlo R. Hutabarat membanggakan kesuksesan etnis Batak terus berada di pemerintahan. Beberapa sosok dari Toba, Karo, Simalungun, maupun Mandailing dikenal sebagai deretan Bapak Bangsa.
Nama-nama klasik dari Orde Lama itu misalnya, Amir Syarifuddin, Adam Malik, Abdul Haris Nasution, atau Sutan Gunung Mulia Harahap. "Ketika kabinet Soekarno gonjang-ganjing, orang Batak pun tetap dipakai," tulis Ramlo.
Di era Orde Baru, tetap ada posisi buat menteri beretnis Batak. Perwakilan Batak di Kabinet Susilo Bambang Yudhoyono pun dipertahankan, diwakili Sudi Silalahi dan M.S Kaban.
Wakil Batak yang sempat digadang-gadang masuk kabinet Jokowi tapi akhirnya gagal, adalah Raden Pardede, mengisi kursi menteri keuangan, T.B Silalahi, buat posisi menteri pertahanan, maupun Luhut Panjaitan, calon kuat Menkopolhukam.
Quote:2. Muhammadiyah tidak dapat jatah
Merdeka.com - Ini isu sensitif lain yang menyebabkan Presiden Jokowi dikritik. Organisasi massa Islam terbesar kedua di Indonesia, Muhammadiyah, sama sekali tidak diberi tempat di kabinet lima tahun mendatang.
Bagi pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Phillip J. Vermonte, pilihan politik Jokowi ini mengkhawatirkan. Dalam rangakaian cuitannya di Twitter kemarin (26/10), Phillip takut, karena tidak diakomodasi di kabinet, maka Muhammadiyah tidak akan mendukung pemerintahan baru.
Padahal beberapa tokoh senior Muhammadiyah, misalnya Buya Syafii Maarif sudah ikut mendukung Jokowi. Bahkan dia aktif membantah fitnah soal Jokowi aslinya etnis Tionghoa atau beragama non-muslim.
"Tak ada representasi Muhammadiyah, ini serius, Jokowi/PDIP tdk sensitif, tokoh2 Muhammadiyah bantu habis terpilihnya Jkw," kata Phillip.
Jika diperiksa lagi, ada pakem tertentu yag biasanya diperoleh kader Muhammadiyah. Sepanjang pemerintahan Presiden Habibie, Gusdur, dan Megawati, kader-kader organisasi yang didirkan Ahmad Dahlan itu dipercaya memegang kementrian Pendidikan dan Kesehatan.
"Di tengah banyaknya anggota Muhammadiyah yg dukung Prabowo, situasi ini bisa jadi rumit buat Jokowi ke depan," imbuh Phillip.
Quote:3. Sekretaris Kabinet dihapuskan
Merdeka.com - Jabatan Sekretaris Kabinet sebetulnya tidak langsung ada ketika Republik Indonesia berdiri. Presiden RI ke-1 Soekarno baru membentuknya pada Kabinet Kerja IV yang dilantik 1963. Tokoh pertama kali menjabatnya adalah Abdul Waha Surjoadiningrat.
Seskab bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden. Posisi ini dianggap penting, karena seiring kabinet makin gemuk, maka pengaturan jadwal rapat sampai komunikasi antar pembantu presiden memerlukan pengelola terpusat. Di era Orde Baru, Presiden Soeharto mempercayakan posisi ini buat Moerdiono.
"Tugas saya bila ada menteri, wakil menteri, sekretaris menteri, yang tak menjalankan tugas akan saya tegur," kata Seskab Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II Dipo Alam yang belum lama purna tugas.
Kini, Jokowi menghapus posisi Seskab. Pakem selama Orde Lama sampai Orde Reformasi soal pengelola Istana akan dia ubah. Jokowi meniru format kepresidenan Amerika Serikat, yakni menunjuk Kepala Staf Kepresidenan.
Mantan Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto tugas Kepala Staf Kepresidenan amat cair. Akan ada beberapa director yang memiliki tugas masing-masing, misalnya Political Director, Economy Director, dan Media Director.
"Di masa SBY, tugas ini dijalankan setgab. Nah ini sekarang harus dirancang kepala staf," kata Andi pada akhir September lalu.
Quote:4. Menko tidak terlalu tua
Merdeka.com - Ini pakem kabinet lain dari era Orde Lama sampai Orde Reformasi yang tidak dipertahankan Jokowi. Selama ini, posisi menteri koordinator, bidang politik, hukum, keamanan (polhukam), kesejahteraan rakyat (kesra), maupun perekonomian, dijabat politikus ataupun teknokrat senior, cenderung selalu di atas 60 tahun.
Mereka diberi jabatan sebagai koordinator, lantaran dianggap berpengalaman dan akan lebih didengar oleh menteri-menteri teknis.
Temuan ini disampaikan Pengamat Politik Luar Negeri Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah. Tidak hanya mengubah nama menko kesra menjadi pembangunan manusia dan Kebudayaan atau menambah satu kementerian koordinator bidang maritim, Jokowi sekaligus meremajakan para pengemban tugas koordinasi lintas menteri.
Indroyono Soesilo baru 59 tahun, sementara Puan Maharani sekarang berumur 41. Sofyan Djalil walaupun makan asam garam di pemerintahan, baru sebulan menginjak 61 tahun. Paling tua adalah Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno yang kini 62 tahun. Tapi Tedjo yang sebelumnya aktif di Partai Nasional Demokrat, terhitung lebih muda dibanding Widodo A.S atau Soedomo saat menjabat posisi yang sama.
"Kita bisa berharap peranan menko akan sangat kuat di sini. Menko biasanya jabatannya orang yang rata-rata sepuh, usia 60-an. Sekarang kalau dirata-rata usia menko 50-an, sementara menteri teknis juga kebanyakan 50-an awal. Jadi bisa ada sinergi," kata Rezasyah kepada merdeka.com, saat dihubungi Minggu (26/10).
Quote:Source of News
Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/544d93a3c3cb1765788b456e
No comments:
Post a Comment
Silahkan Tinggalkan Saran dan Kritik Anda